Wings From the Future [part 1]



Title                       : Wings From the Future
Cast                       : Park Hae In as Diieload
                                Park CheonDoong as SangHyun
Cameo                   : Hangeng as father
                               Heechul as omma
Inspirasion              : Manga by Foun Amahara
PoV                       : Park HaeIn Pov
A/N                       : I have adoption this FF from manga by Foun Amahara,, its not plagiatisme, because I was copied and try to writed by my style own. SILENT READER GO AWAY

**

Aku hanya seorang siswi SMA biasa, seorang remaja yang masih memiliki banyak impian dan keinginan. “HaeIn ah~~ chakamanayi~~” panggil omma saat aku akan berangkat sekolah, “Sarapan dulu, makanlah sedikit baru berangkat ke sekolah,” ucap omma sambil nyiapkan sup panas yang mengiurkan diatas meja makan, “Anio~~ udara terlalu panas omma. Aku tidak bernapsu memakan makanan yang panas-panas,” jawabku seadanya, “Kalau kamu sakit bagaimana? Setidaknya minum susu saja,” tambah appa di balik Koran paginya, “Aish~~ Ne arasso” jawabku dan meneguk susu hangat milikku, “Em,, liburan nanti aku akak bekerja di kios milik Amber…”

“Tidak boleh!” potong omma, “Eh? Wae? Bukankah omma bilang aku boleh kerja sambilan setelah aku masih SMA? Lagi pula ujian sudah selesai, jadi kenapa masih tidak boleh?” bantahku keras, “Kau mendapatkan 4 nilai merah bukan? Ujian memang sudah selesai. Tapi bukan berarti kau bisa santai-santai. Gunakan waktumu untuk belajar!” nasihat omma, “Cih! Kenapa aku harus belajar setelah ujian? Hidupku bukan hanya untuk belajar!!!” teriakku kesal, “Jangan membantah HaeIn ah~~, appa tidak suka jika kamu bekerja hanya untuk menghambur-hamburkan uangmu, lagi pula appa masih bisa memenuhi kebutuhanmu,” tambah appa.

“Ya!! Appa jangan ikut-ikutan! Kalian sudah berjanji akan mengizinkan aku bekerja. Aku akan tetap bekerja!” bentakku semakin keras, “Jaga bicaramu!!! Kamu ini masih 15 tahun! Tidak boleh membantah omongan orang tua, sekali tidak tetap tidak!” bentak omma, “Cih!! Kalian pembohong!! Kalian sudah berjanji padaku!!! Aku akan tetap bekerja!!!” aku keluar dengn cepat dan membanting pintu dengan sangat keras, “HaeIn ah!! Omma belumm….”
BLAK!!!

Selalu seperti ini! Belajar belajar belajar! Hanya itu yang ada di pikiran omma dan appa. Apa aku dilahirkan hanya untuk belajar? Lagi pula aku bekerja di toko roti milik Amber, kenapa tidak boleh? Sungguh dunia yang membosankan! Kalau saja aku dilahirkan di dunia yang berbeda, pasti….
CIIIIIIIITT!!!
Ah~~ berisik sekali,, aku kenapa?? Mataku berat,, aku,, aku,, aku mengantuk.

**

Psst seet pssss
Ah~~ berisik sekali. Berlahan ku buka mataku, “Asss” ucapku sangat pelan, cahaya putih ini sangat menyilaukan mataku. “Kamu sudah sadar? Bagaimana perasaanmu?” kulihat namja berbaju putih, berambut berwarna biru laut dan wajah yang tampan berdiri di depanku, “Aku rasa aku baik-baik saja, hanya merasa sedikit pusing.” Jawabku sambil mengingat sesuatu. ‘Ah,, tadi aku tertabrak mobil, aih~~’ pikirku sambil memegang belakang kepalaku, “Kamu ingat namamu?” tanya dokter tampan tadi, namja yang memiliki mata berwarna biru yang dipadukan dengan wajah Asianya, sungguh lucu. “HaeIn, Park HaeIn,” jawabku lemas, “HaeIn ssi?” aku mengangguk, “Aku Nickhun, manaso bangapseumnida ^^” sapanya ramah, sungguh dokter yang baik.

SRAAAAT!!

Seorang anak kecil, mungkin sekitar 11 tahun membuka paksa tirai yang dari tadi melindungi tempat tidurku dari tempat di luar. “Taemin jangan!” seru seorang gadis yang sepertinya juga dokter. Ku alihkan pandanganku keluar tirai, namun sesuatu mengejutkanku. “I,, itu??” kulihat sosok berwarna hitam dengan ukuran yang sangat besar tergeletak dengan darah di sekujut tubuhnya, makhluk yang terlihat seperti tertidur itu, makhluk itu..

“Wae? Wae? Kamu tidak mau melihatnya? WAE!!!!” bentak anak kecil yang di panggil Taemin itu, “Mwo? Binatang apa itu?” tanyaku sambil melihat baik-baik binatang yang ada di depanku, “Moster?” tanyaku lagi yang sekarang sudah setengah berdiri,  namun Nickhun usia menahanku, “Moster? Kau bilang dia MONSTER!?” bentak Taemin, “Minta maaf!!! Ayo minta maaf!!!” teriaknya dan menarikku mendekati makhluk itu, “Ya!! Kenapa aku harus minta maaf?” tanyaku segera, dan terhuyung karena keadaanku masih belum stabil. Dokter yeoja membantuku untuk kembali ke tempat tidurku dan memberiku segelas air. “Taemin chamkan, dia tidak tau apa-apa. Jangan salahkan dia,,” ucap Nickhun lembut.

“Ani!! Demi dia, demi dia omma…..” Taemin memandangku dengan kebencian, dia melepaskan diri dari Nickhun dan berjalan menjauh. Berlahan tapi pasti aku dapat melihat sepasang sayap hitam muncul dari punggungnya, hidung dan mulutnya maju kedepan, telinganya di tumbuhi bulu hitam yang lembut, dia sedikit membungkuk, dan tak lama kemudian aku melihat makhluk yang sama seperti mahluk yang ada di depanku, namun ukurannya 30x lebih kecil. Mahluk kecil itu memiliki bulu hitam gelap, dan mata yang lembut, tapi… “Taemin tunggu!!!” teriak dokter yang lain. Namun terlambat, makhluk hitam itu atau harus aku katakan Taemin terbang dan memecahkan sebuah kaca dan menghilang di angkasa.

“Anak itu~~” keluh dokter wanita itu kesal, “Apa aku harus menganti kaca itu?” tanyanya pada Nickhun, “Ya~~ karena kau adalah walinya, jadi itu tanggung jawabmu, Vic.” Jawab Nickhun sambil tersenyum simpul. “Emm,, mianhae.. keunde igo oddiya? Bisakah pulangkan aku kerumah?” tanyaku sedikit terbata, jujur aku takut dengan keadaan disini. Makhluk tadi sudah membuatku sangat takut, “Mianhamnida HaeIn ssi, tapi aku tidak bisa. Sekarang, kamu berada di masa depan. Tepatnya 400 tahuns setelah masamu,” jawab Nickhun tenang, “Karena kecelakaan kamu mengalamu koma parah dan ajal telah mendekatimu. Satu-satunya cara untuk mempertahankanmu adalah dengan cara membekukanmu. Setelah 400 tahun, akhirnya kamu siuman.” Jelas dokter wanita itu.

“Ini semua berkat naga langit itu, dia telah mencangkokkan jantungnya padamu.” jantungku rasanya berhenti berdetak, telingaku pengung, dan mulutku tak bisa bergerak. Badanku terasa lemas, semua gelap dan.. BRUK!!
“Dia pingsan?” tanya Nickhun pada Victoria, “Sudah kuduga,” jawab Victoria sedikit angkuh.
Kubuka mataku berlahan, sangat pelan dan hati-hati, “Kalau sudah siuman cepat ganti bajumu,” kulihat dokter Vic sedang menyiapkan baju untukku, “Jadi ini bukan mimpi?” dokter Vic memandangku dengan ekor matanya, “Namaku Victoria, ingat baik-baik dan segera ganti bajumu!” serunya dan meninggalkan kamarku, “Eh?? N… ne”

Mobil?? Mall?? Motor?? Pesawat?? “Masa depan apanya? Semuanya terlihat sama. Mobil,, bangunan, style,, bahkan tulisannya masih sama dengan jamanku. Apanya yang masa depan? Masa depan harusnya kan ada mobil terbang, semua orang berjalan dalam gelembung dan…”
“Berhenti mengoceh!!” tegur Victoria yang duduk di sampingku, “Tapi kalian menipuku!! Pulangkan aku ke rumah!!” bentakku pada Victoria, “Noe….”
“Tenanglah Vic, biar aku yang menjelaskan,” potong Nickhun. “Setelah kamu dibekukan, umat manusia hancur, semua manusia binasa. Kahidupan pun musnah. Tapi, kemudian muncul kebangkitan, sehingga menjadi seperti sekarang, ini semua berkat perlindungan naga.” Jelas Nickhun.

“Naga? Naga kan hanya ada di zaman dongeng, dan itu pasti sudah sangat lama. Mana mungkin ada naga di masa depan?” ucapku sendiri, “Di masa lalu naga sempat datang ke bumi, sekarang makin banyak naga yang bermigrasi kesini,” tambah Victoria, aku hanya diam. Masih banyak hal yang tidak aku mengerti. Apa mereka berkata jujur? Tapi kalau mereka bohong, bagaimana dengan Taemin yang berubah menjadi naga di depanku tadi?

“Eh apa itu? Istana? Atau rumah presiden di jaman ini?” tanyaku sambil menunjuk sebuah gedung yang sangat besar di bukit belakang gunung, “Seharusnya itu jalan menuju sekolahku,” kataku lagi. “Itu biara, mulai sekarang kami akan menjadi pelayan naga, dan kamu akan tinggal disana,” jelas Victoria, “Pelayan naga? Apa aku harus memberi makan naga?” Victoria menggeleng, “Ani,, pada zaman ini, naga dianggap  sebagai dewa. Setelah dapat cangkok jantung naga, secara otomatis kamu akan berubah menjadi manusia setengah dewa. Karena itu mulai sekarang kamu jadi manusia naga dan harus tinggal di biara itu,” untuk kesekian kalinya aku terkejut. Jadi sekarang aku manusia naga? Aku?!"

“Eh.. keunde…”
“Kamu tidak tau apa-apa tentang dunia ini, jadi dengarkan aku dan turuti kata-kataku. Karena akulah yang akan mengurusmu sekarang,” potong Victoria,, “Tapi soal dewa itu….” Lagi-lagi Victoria memotong perkataanku, “Diam! Aku ini bukan tipe orang yang penyabar. Jadi diam dan ikuti apa kata-kataku!” tampangnya yang manis kini berubah menyeramkah. Apa yang harus aku lakukan? Jika dewa itu benar-benar ada…. Tolonglah aku dewa!!!

**

“Jadi ini bukan mimpi?” keluhku begitu aku membuka mataku yang silau oleh sinar matahari, ruangan yang sama yang aku masuki semalam, pakaian yang ku kenakan dan pemandangan yang sama. “Ah! Selamat siang HaeIn ssi!” sapa seorang anak yang juga yang tinggal disini saat aku menuruni tangga menuju ruang tamu , kalau tidak salah namanya DongHo, “Pa…pagi.. kalau tidak salah kamu Dongho kan?” tanyaku ramah, “Ne. jika ada sesuatu, HaeIn ssi bisa memanggilku. HaeIn ssi kan manusia naga yang terhormat! ^^” balasnya dengan senyuman lebar, aih apanya yang terhormat? Manusia naga saja aku tidak tau.

“Eh,, jamnya sama dengan masaku, apakah waktunya juga sama?” tanyaku begitu kulihat jam dinding yang menunjukkan pukul 11.45, “Iya, ini memang sudah siang. Sebentar lagi kita juga harus pergi. Kalau sudah selesai makan segeralah ganti pakaian, kita harus datang ke acara perkabungan,,” jelas Dongho dan meletakkan semangkuk sup di depanku, “Perkabungan?” Dongho mengangguk, namun kali ini wajahnya sangatlah sedih, “Untuk Dara ssi, naga langit yang memberikan jantungnya pada Anda. Dia naga yang baik dan disayangi di biara ini.” Jelasnya dan meninggalkankku.

Jadi begitu? Di masa ini naga bukanlah hal yang jahat dan menakutkan seperti cerita di zamanku. Semua orang bersedih meratapi kematian naga bernama Dara ini. “Ini perkabungan? Ramai sekali” ucapku tabjuk begitu melihat sekumpulan orang yang memasuki gedung besar di tengah kota. Semua orang terlihat sedih, bahkan ada yang menatapku dengan tatapan sangat tidak suka. “HaeIn ssi, aku harus berkumpul dengan para siswa di biara ini. Anda duduk saja di dalam,”
“Siswa di biara? Memang ada?” tanyaku, “Hmm anak-anak yang belajar dan tinggal serta bekerja di biara ini,” jawabnya, “Bekerja? Kalian bekerja?” tanyaku tak percaya, mereka masih sangat kecil. “Ye,, ini cara kami untuk membayar pelajaran, tempat tinggal dan semua fasilitas yang kami dapat. Tapi tenang saja, kami masih bisa bermain seperti anak yang lainnya.” Jelasnya lagi.

“Kamu sudah datang?” tanya Victoria yang datang dengan Taemin, ‘Kok pakaiannya seperti cosplay di Jepang?’ batinku heran, ‘Ah aku harus minta maaf pada Taemin’ aku melangkah mendekat, “Soal kemarin aku….”
“Aku benci padamu!!! Omma memang lemah, tapi pasti bisa hidup lebih lama kalau saja omma tidak memberikan jantungnya padamu! Kamu telah membunuh ibuku!!!!” bentaknya keras membuat beberapaa orang atau manusia naga memandangku dengan berbagai ekspresi.
DUK!! Victoria memukul kepala Taemin keras. “Jangan bikin masalah Taemin, itu keinginan Dara sendiri. HaeIn tidak tau apa-apa, kamu tidak boleh protes!” nasihatnya pelan namun dengan nada yang tegas,

“Cih! Aku benci kamu!” teriaknya lagi dan memasuki gedung, ini bukan salahku, aku tidak tau apa-apa. “HaeIn ssi, jangan terlalu dipikirkan. Taemin sangat dekat dengan Dara ssi, dia hanya masih terkejut dengan perginya Dara ssi yang terlalu tiba-tiba,” hibur DongHo, walaupun tidak banyak membantu, setidaknya aku tau masih ada orang yang baik padaku. “HaeIn ah~ ayo masuk, sebentar lagi kita harus mengantarkan Dara ke tempatnya.” Ajak Nickhun dan menuntunku masuk ke dalam gedung. Gedung yang kumasuki ternyata adalah sebuah stadium dengan banyak tangga dan lapangan besar di tengahnya,  dapat kulihat naga langit itu telah berbaring melingkar di tengah lapangan. Wajahnya yang sangat tenang dan lembut terlihat seperti sedang tertidur. Dara ssi, kenapa kau memilihku?

Victoria berjalan ke tengah lapangan bersama Taemin. Taemin meletakkan sebuket bunga di depan tubuh ibunya, mengecup hidung ibunya dan bertranformasi menjadi naga kecil. Dia terbang mengelilingi ibunya dengan sebuah nyanyian, nyanyian yang paling memilukan yang pernah ku dengar, nyanyian penyesalan, nyanyian yang membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasakan sakit yang dalam. Setelah itu Taemin turun dan berubah menjadi manusia, berjalan meninggalkan lapangan. Namun di tengah jalan Taemin berbalik dan memeluk tubuh ibunya yang 100x lebih besar itu, “Aku akan menenangkan Yoogeun, tunggulah disini” kata Nickhun dan segera membantu Victoria melepaskan pelukan Yoogeun.

Nickhun berhasil melepaskan Taemin dan membawanya pergi keluar lapangan. Kemudian Victoria berjalan mendekat ke tubuh naga itu, mengangkat tangannya dan berlahan berubah menjadi naga dengan api merah sebagai rambutnya, Victoria membuka mulutnya dan menyemburkan api ke tubuh Dara, “Api? Dia membakar tubuh Dara?” tanyaku pada DongHo, “Victoria ssi adalah naga api. Hanya dia yang bisa mengeluarkan api untuk menghancurkan tulang belulang naga,”

“Aku tidak bisa…” bisikku pelan, sangat pelan saat kami sudah meninggalkan stadium tadi. Jujur aku merasa syok dengan apa yang aku lihat tadi. Bagaimana aku bisa seperti Victoria? Aku ini bukan apa-apa. “Kamu ini naga langit, tentu saja tidak bisa mengeluarkan api. Manusia naga langit punya kekuatan naga langit, tidak bisa digunakan secara mendadak. Kamu pelajari saja pelan-pelan.” Balas Victoria yang muncul di belakangku, “Kekuatan naga sangat dasyat, kamu harus mengendalikannya sebagai dewa yang dihormati umat manusia. Tugasmu itu menuntun manusia dan menolog mereka di kala susah.” Tambahnya lagi. “Tidak mungkin! Kenapa harus aku? Aku tidak tau apa-apa tentang dunia ini! Kenapa aku harus mendapatkan tugas yang sangat berat!” teriakku keras, “Karena ini harapan Dara” jawab Victoria, “Lalu bagaimana perasaanku! Ini tidak adil!”
“Apa kamu lebih suka mati saja? Tanpa jantung Dara yang dicangkokkan padamu, kamu tidak akan bisa hidup. Lebih baik ikuti nasihat kami, karena tubuhmu sudah menjadi setengah dewa. Kamu tidak bisa berlindung dengan kekuatan dewa. Kamu kira bisa hidup di dunia ini sendirian?”

“Aku memang sudah mati! Ini bukan masaku! Aku tidak minta dihidupkan kembali di dunia seperti ini!” Victoria menepuk keras dadaku. DEG! Aku merasakan ada yang berbeda di punggunggu, seperti terhalang sesuatu. Ku alihkan pandanganku kebelakang, dan kulihat sepasang sayap hitam seperti milik Taemin menempel indah di punggungku, “Jangan manja! Kamu yang dulu memang sudah mati! Kini kamu adalah manusia naga langit bersayap hitam!” bentak Victoria semakin membuatku tak karuan. Aku menggeleng keras, ku pegang kepalaku keras dan mataku mulai memanas, “Kalau tidak suka keluarkan saja jantung itu dari dadamu!”

Aku semakin frustasi, kenapa? Kenapa dia memojokkanku seperti ini, “ANI!!! AKU TIDAK MAU SEPERTI INI!! AKU INGIN KEMBALI KE MASAKU!! AKU INGIN MATI LAGI!!!” teriakku keras dan angin berhembus hebat di sekitarku, atau lebih tepatnya mengelilingku, “Tenang…. Kuasai dirimu…” tangan hangat ini memelukku dari belakang, suaranya yang dalam membuatku sedikit tenang, ini Nickhun. Berlahan angin disekitarku menghilang dan sayap di punggungku berlahan masuk kedalam tubuh. Aku lemas, sepertinya semua tenagaku habis. “Jangan terlalu keras padanya, Vic!” ucap Nickhun dengan nada marah, “Aku hanya tidak ingin dia menjadi anak manja! Kita ini manusia naga, bukan manusia biasa! Kita bertanggung jawab mengemban tugas dari dewa!” bela Victoria dan meninggalkan aku, Nickhun dan Dongho.

-Biara-
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Nickhun setelah 15 menit aku menenangkan diri di kamarnya, “Emm,, aku rasa aku sudah baikan. Kamsahamnida Khun ssi,” jawabku lemas, “Saat menjadi manusia naga, badan memang kurang stabil. Apalagi kamu baru dua hari menjadi manusia naga. Kamu harus jaga diri, HaeIn ah~~” jelasnya, “Nickhun ssi, apa warna Nickhun saat berubah menjadi naga? Apakah biru? Nickhun ssi naga air kan?” Nickhun mengangguk, “Kenapa sayap naga langit berwarna hitam? Seperti sayap setan….” Aku menunduk dan memelankan suaraku saat aku mengucapkan kata ‘setan’
“Ani~~ hitam itu memiliki arti tersendiri. Itu warna langit yang memeluk bintang, warna yang indah^^ “

Kulihat Nickhun yang sedang memandang awan putih yang memeluk sang mentari, dengan berlatarkan langit biru dan beberap burung yang berterbangan. Sebelum aku dibekukan, aku sempat berharap lahir di dunia yang berbeda. Keunde,, aku tidak suka dilahirkan di dunia seperti ini, “Aku,, aku tidak tau apa-apa tentang jenis naga. Tempatku bukan disini, tidak ada artinya aku disini. Aku hanya siswi SMA biasa, aku,, aku tidak ada hubungannya dengan dunia ini.” Ucapku lirih, mataku terasa panas. Aku ingin menangis, aku ingin melupakan bahwa aku adalah Park HaeIn, aku… “Apa kamu sudah kuat untuk berjalan?” tanya Nickhun setelah beberapa saat hanya diam mendengarkanku, “Ikutlah denganku. Ada yang ingin aku perlihatkan padamu.” Ajaknya dan menggandeng tanganku untuk mengikutinya.

Kami memasuki ruang pribadi Nickhun, “Kita kemana?” tanyaku saat kami melewati lorong yang cukup panjang dan sedikit gelap, “Nickhun ssi, kita dima….” Pemandangan di depanku membuatku bungkam. Sebuah ruangan putih besar, tak ada apapun selain miniature susunan galaksi yang berputar layaknya sebuah simulasi, bergerak sesuai keadaanya yang sebenarnya, matahari, bumi, planet-planet, meteor, asteroid, bahkan blackhole ada di sini. “Kau tau apa ini?” aku mengangguk tak yakin, “Namanya Kontengi, terlihat mudah dan sederhana kan? Sekarang mari kita tambahkan satu bintang,” Nickhun mengambil sebuah bola kecil, atau miniature bulan dari sebuah kotak yang memiliki lukisan indah di sisi-sisinya. Hanya dengan mendekatkan bulan itu ke bumi, seketika itu juga bulan itu berputar bersama dengan bulan yang lain.

“Angkasa luar mempengaruhi bintang-bintang dengan kekuatan tarik-menarik yang tak terlihat. Sama seperti kita, kamu yang hidup disini ada hubungannya dengan kami dan dunia ini. Pasti ada artinya sampai kamu bisa hidup kembali di masa ini,” jelasnya yang semakin membuatku bingung. ‘Ani,, yang dibutuhkan adalah kekuatan Dara ssi yang ada dalam diriku, bukan aku. Tidak ada yang membutuhkanku.’ batinku sambil melihat simulasi di depanku. “Nickhun ssi, anda di panggil kepala biara.” Lapor salah seorang siswa biara, “HaeIn ah,, aku tinggal sebentar. Kamu bisa membaca beberapa buku dan setelah urusanku selesai aku akan mengantarmu pulang.” Pamit Nickhun dan meninggalkanku.

‘Aku tidak mau pulang, apalagi harus bertemu dengan Victoria. Lebih baik aku pergi.” Batinku dan pergi keluar menuju kota. Kota pada zaman ini masih sangat sama dengan zamanku, “Omma~~ kenapa tidak membeli karcis? Bukankah kalau mau kerumah haraboji kita harus naik kereta?” tanya seorang anak kecil yang menggandeng kuat ibunya, “Tidak perlu, karena hari ini adalah hari penting, jadi semuanya gratis,” jawab sang ibu dan memberiku sebuah ide.

SIIIIIIIIIING~~~

Pasir,, gurun,, bebatuan,, pasir,, pasir lagi,, pasir lagi,, pohon kaktus,, pasir lagi,, pasir,, pasir, pasir. Hua!!!! Kenapa ada jalur kereta yang menuju ke padang pasir seperti ini? O.oa “Jadi seperti inikah keadaan luar kota?” tanyaku pada rumput yang bergoyang. Ini bukan zamanku. Tapi,, tapi aku merasa ada jalan pulang untukku. Tapi dimana? Aku ingin pulang. Aku,, aku,, aku sudah tidak bisa pulang “Hiks,, hiks,,,” tidak bisa bertemu dengan orangtua dan teman-teman, tidak punya rumah untuk pulang. Selama ini aku mengira zamanku adalah zaman yang membosankan, tapi disanalah rumahku. Disana tempatku seharusnya berada. Kenapa aku baru sadar setelah semuanya hilang? Dulu aku begitu bahagia, semuanya menjaga dan menyayangiku, tapi sekarang? Sekarang aku sendirian. “Hikks hikks omma~~ appa~~”

Aku tidak tau apa-apa tentang naga, dewa dan manusia naga.. tapi lebih dari itu. Aku merasa sangat kesepian, aku ingin pulang. Aku rindu omelan omma dan appa, aku.. “Omma… Appa…. Huweeeeee!”

KEPLAK KEPLAK KEPLAK

“Ini tempat yang berbahaya. Kamu bisa diserang pemburu dan binatang buas.” Tegur Taemin sinis, “Biarkan saja!”jawabku kasar, “Kamu ingin menyia-nyiakan hidup yang telah omma berikan padamu?”
“Aku tidak minta ditolong! Itu kemauan ommamu sendiri! Kenapa aku yang harus susah!? Begitu sadar appa dan ommaku sudah meninggal! Kami terpisah saat bertengkar!! Aku belum meminta maaf, kami tidak sempat mengucapkan selamat tinggal!” teriakku mengeluarkan semua yang selama ini aku rasakan, “Ya! Itu juga bukan salahku!” teriak Taemin tak kalah keras.

“Kamu di bekukan tau! Aku berpisah dengan omma, meskipun aku tidak setuju dengan pendonoran itu!” bantah Taemin, “Kamu cuma kehilangan ibu! Sedangkan aku? Aku kehilangan appa, omma, teman-teman, sekolah, dan semua yang ada di duniaku! Aku hidup di masa yang aku tidak tau! Aku menjadi orang asing!! Itu sebabnya aku sangat kebingungan sekarang!!!!!!!!!!!” balasku, semuanya sudah aku ungkapkan. Perasaanku selama ini, perasaan yang membuatku frustasi dengan keadaan di dunia yang tak aku kenal. “Mungkin kamu benar, bukan salahmu jika omma ingin mendonorkan jantungnya padamu. Mianhae,, jeongmal mianhae.”

“Taemin ssi…”
“Maaf aku sudah menuduhmu, aku juga merasakan hal yang sama. Kehilangan seorang ibu membuatku gelap mata, mianhae.” Potongnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Mianhae~~” Taemin memandangku dalam, “Na ddo mianhae. Bukannya berterima kasih aku malah menyesali keadaanku. Mianhae.”
“Kalau begitu jagalah jantung omma baik-baik. Meskipun berat, kuharap kamu bisa hidup dengan tegar,” yang dia khawatirkan adalah jantung Dara, bukan aku. “Jantung naga tidak bisa diambil selagi naga itu masih hidup. Jadi omma melepas jantungnya agar kamu bisa hidup. Omma bilang aku harus menjagamu yang sebatang kara agar tidak merasa kesepian. Memberimu tempat yang baru, dan melindungimu. Aku tidak sempat berjanji, hingga omma pergi dengan kerisauan. Sekarang saatnya aku berjanji dan menepatinya.” Jelas Taemin panjang lebar.

Jadi kau memikirkanku? Dia memikirkanku, Dara ssi memikirkanku? “Aku rasa Dara adalah ibu yang baik, dia mau memirikanku yang bukan siapa-siapa ini. Tidak seperti orang tuaku yang selalu menyuruhku belajar dan belajar. Sebelum di bekukan aku selalu mengeluh dan tidak puas dengan sekelilingku. Aku memang tidak berguna. Aku hanya menyalahkan hari yang membosankan. Mungkin lebih baik mati saja….”
“Tidak boleh! Orang-orang pada zamanmu sudah menyelamatkanmu, mereka membekukanmu dengan harapan kau akan hidup suatu saat nanti. Karena mereka ingin kau hidup dan menjalani hidupmu.” Benarkan? Benarkah seperti yang dikatakan Taemin?

“Lebih baik kita pulang,” Taemin mengeluarkan sayapnya dan menarik tanganku, “Disini terlalu berbahaya….”

DOOOOR!!!!

Seketika Taemin berubah menjadi naga, terdapat darah yang mengalir di sayap kirinya. “Tae,, Taemin ah~”
“Wah anak naga!! Benar-benar anak naga!! Tangkap!! Jantung naga sangat berharga pasti sangat mahal jika di jual.” Kata salah seorang namja pada temannya, “Tapi Xander, bagaimana bisa ada manusia naga disini?” tanya seorang yang lain, “Itu tidak penting!! Yang penting tangkap dia. Ingat tembak sayapnya, jantung naga yang sudah mati tidak ada harganya!”

“Sembunyilah, aku akan memancing mereka!” perintah Taemin dan menyembunyikanku di balik batu besar. Taemin terbang ke angkasa dan segera saja hujan peluru menghujamnya, “Babo!!! Tembak sayapnya!!!” aku menutup telingaku, “Kenapa kau tidak mau diam makhluk bodoh!!”

Door doooor doooooor!!!

“Bagus! Akhirnya dia diam juga. Cepat bawa dia…..”
“HENTIKAN!!!!!!!!!!!!” teriakku, kurasakan sayapku keluar dan bercahaya, “Cahaya? Bagaimana bisa?” tanyaku sendiri, “Ah ternyata ada manusia naga lainnya, cepat tembak sayapnya dan dapatkan dia juga!” seorang dari mereka menodongkan senapannya ke arahku. Amarahku membara, kulihat Taemin tergeletak lemas, “Noe,, noe!! Jangan ganggu KAMIIIII!!!!!!!!!!” sayapku kembali bersinar dan,,

BRUK BRAK BRUK BRAK!!!
Ribuan meteor jatuh dan membuat lubang-lubang besar di angkasa, “Meteor? Apa hari ini ada hujan meteor?” ku tatap langit yang menjatuhkan meteor dengan indah, “Ah Taemin. Taemin ah~~ gwenchana?” kudekati Taemin yang mulai lemas, “Hae,, HaeIn ah~~ awas~~~” aku memandang ke atas, sebuah meteor besar sedang mengarah siap jatuh di atasku, “Kyaaaak……” kupeluk Taemin erat.
DUK!
Tak ada yang aku rasakan, apa aku sudah mati? “HaeIn ah~~ sesak~~” kulonggarkan pelukanku, “Victoria?” kejutku saat melihat kepala seekor naga merah yang menahan meteor dengan kepalanya.

“Bisakah kau menenangkan dirimu?” tanya Vic dengan wajah kesal dan kembali menjadi manusia setelah di bakarnya habis meteor tadi. Aku berdiri dan menggendong Taemin yang masih berwujud naga. “Gwenchana?” aku mengangguk menjawab Victoria, “Keunde Taemin~~” Vic mengambil Taemin dari pelukanku dan memberikannya pada Nickhun, “Dia akan baik-baik saja, biarkan Khun yang menyembukannya. Cahaya keperakan keluar dari tangan Nickhun dan mendekatkannya pada luka-luka di tubuh Taemin.

“Sembuh? Benar-benar sembuh?” tanyaku begitu Taemin membuka matanya dan mengepakkan sayapnya. Nickhun mengangguk singkat, “Aku memang punya kekuatan untuk menyembuhkan,” jawab Nickhun ramah dan melepaskan Taemin, “Benarkan? Sudah sembuh?” Taemin melihat ke arahku, “Syukurlah,, ku kira kamu akan.. kamu akan meninggalkanku,” ucapku lagi dengan air mata yang sudah akan mengalir.

BLETAK!!!!

“Ya Vic!!! Apayo!!!” teriakku keras dan mengelus kepalaku yang baru saja terkena tinjuan ringan Victoria, “Dasar!! Kamu ini masih lemah!!! Kenapa berani keluyuran hingga kesini!!” bentakknya kasar, “Naga yang lemah janya jadi sasaran empuk para manusia kejam! Kamu masih harus belajar agar menjadi kuat dan melindungi manusia dan dirimu sendiri!! Jangan seenaknya sendiri!!” bentak Vic lagi,, namun kali ini lebih lembut. Aku merosot,, Vic benar, aku ini lemah, u.u. “Manusia memang menakutkan, tapi jadi pelayan dewa menyenangkan kok^^” hibur Nickhun, “Tapi aku berhasil mengalahkan mereka kan? Mereka ketakutan begitu aku mengeluarkan meteor-meteor itu,” belaku polos.

“Hahahahaha!!! Dan hampir saja meteor itu membunuhmu dan Taemin,” ejek Victoria semakin membuaku mengerucutkan mulutku. “Tapi kamu memang hebat, secepat ini sudah bisa mengeluarkan meteor dan cahaya dari sayapmu. Meteor itu jurus andalan dari naga langit.” aku hanya bisa diam,, aku takut Vic akan marah lagi jika aku meng-iyakan ucapan Nickhun.

“Kenapa tidak lari? Kenapa malah menolongku? Aku tidak akan mati dengan mudah,” kata Taemin yang sudah menjadi manusia, “Molla~~ aku sendiri tidak mengerti. Tapi aku tidak bisa meninggalkanmu. Meskipun sebenarnya aku takut. Aku pikir ini dorongan perasaan Dara ssi yang ada dalam tubuhku sekarang.”
GRAB!!!
Taemin memelukku erat, “Omma~~ omma~~ mianhanda omma~~ aku selalu merepotkan omma,, tangisnya membuat hatiku terasa teriris. Ku peluk tubuh kurusnya, “Gwenchana,, jeongmal gwenchana.” Ucapku, perasaan ingin memeluk tubuh kecil ini pasti dorongan naga yang ada dalam tubuhku. Aku tidak mengerti, tapi aku dapat merasakannya dengan jelas.

“Mungkin,, mungkin aku tidak ada hubungan dengan kalian. Sama seperti bulan kedua yang Nickhun tambahkan di tata surya tadi. Aku merasa sangat aneh berada di sini. Tapi aku akan berjuang keras untuk bertahan disini.” Kataku panjang lebar dan memeluk Taemin erat.

TBC

Summer Story



Cast                    : Super Junior Lee Donghae
                             Super Junior Choi Siwon
                              Choi HyoRin
Inspiration          : Ariel Lim’s MV Summer Story
Point of View     : Choi HyoRin
A/N                   : cerita ini merupakan bentuk lain dari MV Summer Story milik Ariel Lim. Tadi ada sedikit    
                            yang ditambahkan oleh author. Ok, happy reading all~~
Backsound         : Summer Story by Ariel Lim
   

**

-25 September 2010-

“Its gonna be me,, yeongwonhi micho gesseo, its gonna be me~. Ya, kau juga menyanyi.” Kata DongHae sambil menyetir, “Arrasso, em.. sorry sorry sorry sorry, hahahahaha.” Kami tertawa bersama sambil menikmati perjalanan tenang kami. Entah kenapa tiba-tiba Donghae mengajakku keluar, dan entah kenapa pula aku kembali mengingat dia, ya dia.

some kind of happiness is not easy to be forgotten. What some types of happiness begins like this?

“Jadi kita akan kemana” tanyaku padanya, “Kau akan tau nanti,, aku akan mengenalkanmu pada sahabat terbaikku dari Korea.” Aku hanya mengangguk, perasaanku sedikit tidak enak. Kami melewati jalan sepi di Jepang, “HyoRin ah lihat, laut. Nanti kalau sahabatku sudah datang kita main kesana ya, dia sangat menyukai laut Jepang di malam hari, sama sepertimu. Aku yakin kalian bisa jadi teman yang baik,” ucap Donghae, “Ne, aku juga berharap seperti itu, kkk..” jawabku dan menyandarkan kepalaku di pundaknya, Tuhan, kenapa hatiku tidak tenang?

Author PoV
“Ok kita sampai, sebentar aku telpon dia dulu,” ucap Donghae dan segera mengambil ponselnya, “Aish, lamanya…. Ah~~ dimana kau sekarang? Aku sudah ada di tempat biasa.. ah arra, aku akan kesana.” Donghae menutup ponselnya dan melepas sabuk pengamannya, “Tunggulah disini, aku akan menjemput Simba dulu,” pamitnya dan mengecup kilat ujung kepala HyoRin. ‘Simba? Sepertinya aku kenal nama itu,’ batin HyoRin.

“Siwon!!!” teriak Donghae begitu bertemu sahabatnya,, “DongHae ah!!!” balas Siwon dan segera memeluk Donghae, “Bagaimana keadaanmu?” tanya Siwon ceria, “Bagaimana badanmu? Bagaimana keadaanmu? Aku benar-benar merindukanmu!!” balas Donghae tanpa menjawab pertanyaan Siwon, “Ayo kita pergi dulu,” ajak Donghae dan membawakan koper Siwon, “Mana mobilnya, mana mobilanya?” tanya Siwon yang hendak membantu Donghae, “Ada di depan,, kajja!” dan segera Donghae mengajak Siwon ke mobilnya.

Tuk!! Donghae mengetuk pelan kaca mobil tempat Hyorin duduk dan tersenyum, “Tadaaaaa~~~” Siwon mendekat dan seketika itu pula wajah cerianya berubah, “Eh…..” Hyorin yang sudah bersiap untuk menyambut Siwonpun mengalami hal yang sama, sebuah kenangan lama kembali membayangi pikirannya. Choi Siwon, kenangan masa lalu yang masih sangat sulit untuk dilupakan olehnya.
Author PoV end

“Eh~~….” Dia? Diakah? Kulihat Donghae yang tersenyum, iya itu dia. Choi Siwon, dia Choi Siwon. Kulihat sekali lagi namja yang berdiri di depanku, benar itu dia, Choi Siwon yang kukenal. Dia masih tetap sama, masih berwibawa dan memiliki senyum yang lembut. Tapi dapat kulihat keterkejutan dalam matanya ketika melihatku dan Donghae bergantian. “HyoRin, maukah duduk di belakang?” aku mengangguk linglung, “Ne~~” Choi Siwon? Kaukah sahabat Donghae?

-flashback-
“Jadi, kau memang harus pergi oppa? Haruskah setelah selama ini?” tanyaku saat Siwon sedang mengepak pakaiannya. Kulihat paspor, tiket pesawat dan dompetnya, terbesit keinginan untuk segera melemparnya tempat sampah dan membakar semua surat-surat itu, “Oppa~~” desakku lagi, Siwon memandangku dalam namun lembut, “Mianhae Hyorin ah~~, aku benar-benar harus kembali ke Korea.” jawabnya dan kembali mengepak pakaiannya, “Tapi kenapa!!? Kau tidak memberiku jawaban tentang pertanyaan itu, wae oppa wae??” paksaku lagi, “Huff,, mian, aku benar-benar  tidak bisa memberitahumu.”

Siwon menutup kopernya dan memandangku sekali lagi, “Berjanjilah untuk hidup bahagia, walaupun aku sudah tidak disisimu lagi. Jangan pernah menangis karena aku. Arraso?” aku hanya bisa mengangguk, “Gomawo.” Siwon memelukku, pelukan hangat yang mungkin adalah pelukan terakhir darinya untukku. Dia melambaikan tangannya dan memasuki taxi kuning yang sudah menunggunya. “Wonnie,, wonnie,, CHOI SIWON SARANGHAE!!!” teriakku pada buntut taxi yang semakin lama semakin jauh. “Aku tidak akan melupakanmu, my first love.” Ucapku pelan.

Entah sudah beberapa hari, tapi hari-hariku tanpa Choi Siwon memang sangat sepi. Tak ada lagi ucapan selamat pagi, senyuman menenangkan, dan… “Hei!!!!!”
“Ya!!!!!” teriakku dan melemparkan sepiring chesse cake yang menjadi sarapanku, “Aigooo~~~ kenapa kau ini?” tanya seorang namja di depanku, “Kau yang kenapa!!! Mengangetkanku!!!” bentakku. “Hahaha, mianhamnida, aku orang baru disini. Aku ingin menyewa kamar no 153, kata salah seorang resepsionis aku harus menemuimu.” Ucapnya ramah.

“Ani, kamar itu tidak disewakan!” jawabku ketus. “Wae? Padahal aku suka pemandangannya, hanya saja kenapa temboknya penuh dengan tulisan? Aku tidak suka.” Ucapnya cuek, dia pikir aku akan menyewakan kamar itu? ANDWE!!! Dan segera kutinggalkan namja kurang ajar itu.

153, ku buka kenop pintu yang berwarna kuning itu. Kutelusuri setiap sudut di dalamnya. Semua bayangannya ada disini, saat dia membaca, saat dia minum teh, bahkan saat dia baru saja bangun dari tidurnya. Kakiku menuntunku mendekati tembok disisi tempat tidur, berbagai tulisan yang pernah kami lukiskan disana, beberapa kata-kata konyol yang dapat membuatku kembali tertawa, sungguh indah.
Teringat saat kami memandang matahari tenggelam, “HyoRin ah~~ aku punya hadiah untukmu” Siwon mengeluarkan botol bening dengan cahaya hijau di dalamnya, “Oppa~~~?” Siwon mengangguk, “Suka?” itulah sedikit kenangan indahku dengannya, botol berisi kunang-kunang yang menjadi hadiah terakhirnya sebelum dia meninggalkanku.

**

“Mwo!!!? Paman menyewakan kamar itu?” tanyaku pada Kitagawa ajeossi yang memang pemilik apartemen ini, “Ha’I, pemilik lamanya sudah pergi, lalu kenapa aku harus membiarkannya kosong?” memang benar, egois jika aku memaksakan keinginanku sendiri, “Ha’I arigatou!” dan segera aku meninggalkan kantor pamanku.

Tok tok tok!!! Aish kemana orang ini? Apa dia sedang pergi? Ku angkat pot-pot di depan kamar itu, mengangkat karpet dan, “Ah!!! Ini kuncinya!!!!” kubuka berlahan, “Annyeong~~~” bisikku pelan ketika ku intip ke dalam kamar. ‘Sepertinya dia benar-benar keluar’ pikirku dan berbalik badan, “KYAAAAAKKK!!!” segera aku memasuki kamar itu dan menutup pintunya, sedangkan namja di luar terlihat kebingungan, “Hei hei hei,, itu kamarku,,” ucapnya sambil berusaha membuka pintu. Kubuka pintu dengan jarak hanya satu jengkal, “Ah kamu lagi, ini sudah jadi kamarku. Jadi izinkan aku masuk,” katanya dan mundur satu langkah. Namja aneh, dihari secerah ini kenapa dia memakai payung putih itu?

Setelah pintu terbuka lebar, aku segera memasuki kamar tidurnya, awas saja kalau dia berani menghapus tulisan itu, akan ku usir dia! “Ya ya ya!!!!” panggilnya dan mengikutiku ke kamarnya, “Fiuh~~ untunglah masih ada, baguslah. Aku terduduk di kursi dan memandang sinis namja yang berjalan kearahku. “Aku dating dari Seoul. Mohon beri petunjuk.” namja itu mengulurkan tangan kanannya, “Aku tidak izinkah kau menghapus itu!” bentakku dan menunjuk tulisan didinding lalu meninggalkannya.

Begitulah, setiap hari dia selalu mengangguku di cafe, “Chesse cake again?” katanya dan mengambil paksa piringku, “Ya Lee Donghae!!!” teriakku kesal. Ya itulah namanya, Lee Donghae. “HyoRin ah~~ lihat!!!” dia mengapit setangkai mawar dan menari di depanku, membuatku sedikit tersenyum. “Wah~~~ senyuman pertama untukku!!! Kita berteman sekarang?” tanyanya dan mendekat ke arahku, “Baiklah,” jawabku kemudian.

“Lihat!!! Kunang-kunang!! Tempat ini indah ya~~” Donghae menunjuk sekumpulan kunang-kunang yang sedang terbang di atas kami, “Hem, memang.” Jawabku seadanya. Kunang-kunang selalu mengingatkanku tentangnya.

-==-

Sudah beberapa bulan ini aku dekat dengannya, dia selalu menciptakan permainan yang membuatku tertawa. Seperti bermain dengan papan selancar di took paman dengan menggunakan payung, memandang kunang-kunang bersama, bahkan dia sering menari di depanku. Dan entah sejak kapan senyumannya kini mulai menghiasi hari-hariku, “HyoRin ah~~ aku akan pergi sebentar, aku titip kamarku ya~~” aku mengangguk dan menerima kunci kamarnya. Sudah lama aku tidak mengunjungi kamar itu, apa tulisan itu masih ada? Lebih baik aku melihatnya.

Aku terteguh, dia benar-benar tidak menghapusnya. “Dia bisa menghargai orang,” pikiran pertamaku. “Mungkin sudah saatnya aku menghapus tulisannya ini. Wonnie ah~~ aku harap kau tidak membenciku dengan menghapus kenangan kita. Tanpa tulisan ini, kau tetap kenangan terindahku.” Kuambil kain basah dan menghapus berlahan tulisan didinding.

**

-15 Februari 2009-
Hari ini, kembali aku mengingatnya. Hari dimana dia menyatakan perasaanya padaku, “HyoRin ah~~ kau kenapa?” Tanya Donghae yang baru saja datang dan mengambil botol minumanku, “Eh? Aku? Hanya… haik,, haik,,” aish, minuman apa ini? Kenapa kepalaku pusing? “Aiya~~ kalau begitu ayo aku temani,” ucap Donghae dan mengambil beberapa botol minuman yang lain. Sepertinya kami sudah mabuk, kami berbicara ngelantur, tertawa dan bernyanyi, “Ah~~ aku ingat. Igo igo!!” Donghae mengambil sesuatu dari tasnya, “Aku mengambilnya semalam, ini terimalah!”
Botol? Botol ini~~~ “Mereka tampak cantik di dalam botol ini, kalau kau sebarkan di kamarmu, mereka akan jadi sesuatu yang menerangi gelapnya kamarmu” ucapnya dan kembali meneguk minumannya. “walau kecil, mereka bisa menjadi penerang dalam kegelapan. Dan jika kau melepaskannya di kamarmu, mereka akan menjadi cahaya yang mewakili cahaya hatiku.” Ku lihat Donghae yang mulai menari di atas meja. Tuhan, diakah yang kau kirimkan untukku? “HyoRin ah!!!! SarangHae!!!!” teriaknya membuat jantungku berdegup, “Eh?” Donghae mengangguk, “Otte? Kau mau menjadi kekasihku?”
-flashback end-

Aku dan Siwon hanya diam, kulihat wajahnya dari belakang. ‘Masih Choi Siwon yang dulu, Choi Siwon yang akan diam jika ada sesuatu yang membuatnya bimbang.’
“Ah, HyoRin ini sahabatku saat SMU.” Kata Donghae memperkenalkan Siwon, kami saling berpandanganya sesaat. Dan kembali terdiam, “Kau datang disaat yang tepat!” kata Donghae lagi dan meneruskan nyanyiannya yang sempat terputus. Siwon mencoba melihatku, matanya seakan berkata, ‘Aku merindukanmu’ sedangkan Donghae terus berbicara. “Siwon ah~ kita berselancar nanti, OK!”

Entah bagaimana perasaanku hari ini, dua orang yang berarti dalam hidupku ada di depanku. Mereka menari di depanku, saling memukul pantan (?) dan bernyanyi, membuatku tertawa melihatnya. Keadaan sudah semakin mencair saat aku dan Siwon sudah mulai beradaptasi. Kembali mengingat bagaimana keduanya menyatakan perasaannya dengan cara yang sama, cara mereka membuatku tersenyum dan tertawa.

Siwon PoV
Kami duduk di tepi pantai, sungguh menyakitkan melihatnya menyadarkan kepalanya di pundak lelaki lain yang tak lain adalah sahabatku sendiri. Pluk!! Kutepuk lengan Donghae dan menunjuk HyoRin lalu kembali memandang deru ombak yang sedang berlomba. “Hehe, aku tidak mengira akan bertemu dengannya. Walaupun dia punya beberapa karakter, dan juga tidak lembut, tapi dia mengajariku bagaimana mencintai.” Kulihat Donghae memegang erat tangannya, “Aku akan selalu berada di sisinya, selamanya.” Akhir kata yang membuatku semakin merasa bersalah telah meninggalkannya.

Kupandangi HyoRin yang tertidur di pundak Donghae, sepertinya dia sangat menikmatinya. Sama seperti saat dia tertidur di pundakku. Apa kau benar-benar mencintainya, Hyo? Donghae memandangku dan tersenyum, ‘Aku yakin kau akan menjaganya dengan baik. Aku percaya padamu.’
“Chukae~” hem,, baguslah kalao Donghae bisa membahagiakannya. Aku percaya padamu Hae. “Kunang-kunang?” ucapku saat melihat cahaya hijau terbang di atas kami, “Jinjja? HyoRin, HyoRin ah irona~~”
“Eh??” HyoRin mengucek matanya, “Wah~~~” kagumnya kemudian, “Dia paling suka kunang-kunang,” aku hanya mengangguk. Aku tau Hae, aku tau apa yang dia sukai dan dia tidak sukai. Aku tau itu.

“Eh, lebih baik aku tidur. Aku sedikit lelah, jadi dimana aku akan tidur?” tanyaku begitu bangkit dari dudukku. “Kamarku, 153. Ini kuncinya, aku akan menyusul nanti.” dengan sedikit kelu aku menerima kunci pemberian Donghae, Tuhan apa sebenarnya rencanamu? “Ah arasso,” pamitku dan meninggalkannya, dapat kurasakan padangan HyoRin yang mengikuti langkahku.

Kubuka pintu kamar Donghae, masih sama seperti dulu. Kuletakkan koperku di atas tempat tidur dan dengan otomatis mataku menuju tembok di sebelahnya, “Sudah tidak ada,” sungguh sakit mengetahuinya, semua yang kutuliskan disana kini sudah hilang. Mungkinkah ini pertanda Hyo benar-benar melupakanku? “Kau bilang kau lelah, kenapa tidak tidur?”
“Hae? Ani, aku ingin keluar dulu. Mencari udara segar. Kkkk” jawabku dan meninggalkan Donghae yang terlihat bingung.

Udara dingin menerpa wajahku, memainkan rambutku dan memberikan rasa nyaman di mataku. Deru ombak yang memanjakan telingaku, dan cahaya kunang-kunang yang berkelip manghiburku. Apakah keputusanku salah kembali kesini? Setelah aku dinyatakan sembuh dari penyakitku, inikah yang harus aku terima? Adakah rencana lain yang sudah kau siapkan untukku Tuhan? “Siwon ssi?” jantungku berdegup kencang, suara ini. “Siwon ssi sedang apa kau disini? Ini sudah sangat malam,” Tanya suara itu lagi, suara yang aku rindukan.

“Anio, aku hanya sedang mencari udara segar,” jawabku tanpa memandangnya, jujur, aku takut. “Jinjja? Em,, bisakah aku menanyakan sesuatu?” tanyanya takut-takut, aku hanya diam dan memandang indahnya langit malam ini, “Kenapa kau kembali?” tanyanya lagi, HyoRin berdiri di dekatku, “Apakah kau mencariku?” kulirik sedikit kearahnya, aih~~ jangan menangis.
“Haruskah aku mengucapkannya? Mengucapkan sesuatu yang tidak berarti?” aku tau jawaban ini sangat menyakitkan, tapi maafkan aku Hyo. Inilah hukuman karena aku meninggalkanmu tanpa sebuah kejelasan.

“Keunde…..”
“Bahagialah dengan Donghae, aku kenal dia cukup lama. Dia adalah orang yang akan setia pada orang yang sudah menjadi pilihannya. Aku yakin kau akan bahagia dengannya,” potongku, “Bagaimana denganmu? Akankah kau bahagia, Wonnie oppa?” Wonnie? Kau memanggilku Wonnie disaat seperti ini? “Aku akan bahagia melebihi siapaun, melihat sahabatku dan kau bahagia tentu saja membuatku bahagia juga, apa alasanku untuk…..”
“Lalu kenapa? Kenapa kau meninggalkanku!?” tanyanya sedikit keras, “Uljima~~. Sudah malam, tidurlah.” Kataku dan meninggalkannya, “Ah~~ pakailah jaket ini. Jangan sampai kau sakit dan membuat Donghae sedih^^” kukenakan jaket kesayanganku,, ya jaket pemberiannya di tubuhnya, dan mengusap singkat poninya.
Siwon PoV end

**

Kami berjalan menuju stasiun kereta di Yokohama, hari ini Siwon memutuskan untuk pulang. Setelah malam itu, aku dan Siwon kembali membuka lembaran baru. Kami memulai persahabatan kami dari nol. Walau berat untukku, tapi aku tau ada Donghae yang akan selalu menguatkanku. “Bukankah kau datang ke Tokyo untuk mencari cintamu yang hilang?”

DEG!!!

‘Wonnie?’ batinku tak percaya dan melihat kearah Siwon, inikah tujuannya datang setelah lama kembali? “Kenapa kau pergi seperti ini?” Tanya Donghae lagi, Siwon tersenyum, “Hmm, aku sudah menemukannya…” ucapannya tergantung, “Tidak, aku tidak bisa mencarinya lagi.” Tambahnya. Aku mengerti, aku sangat mengerti oppa. Kami berdiri menunggu kereta dalam diam, hanya semilir angin yang sesekali mengelitik pasir yang berterbangan.

“Each of a a meeting, is the kind of happiness. no matter when or where, whoever you meet, how will end. it all is a kind of happinesse”

Kereta datang, Siwon segera memasukkan kopernya dan memeluk Donghae, “Hati-hati kau di Korea,” nasihat Donghae dan menepuk pundak Siwon. Siwon berjalan kearahku, “HyoRin ssi, jagalah anak bodoh ini. Jangan biarkan dia melukaimu,” ucapnya dan memelukku, “Hiduplah bahagia oppa, aku tidak akan melupakanmu.” Bisikku padanya. “Kalian berdua, jangan lupa mengundangku di pesta pernikahan kalian.” Siwon memasuki kereta dan sesaat kemudian kereta mulai meninggalkan tempat peristiahatannya.  Donghae melambaikan tangan kirinya, kuraih tangan kanannya dan menggenggamnya erat. Aku berjanji akan menjaga cinta terakhirku. Terima kasih telah memberiku satu pelajaran tentang cinta.

**

my love forever..


HALLO!!!!!!
Park Hae In dateng lagi.....
Dan masih dengan genre fav saat ini, Sad End..
Jadi yang gk suka sad end tinggal comment di kotak di bawah, jadi aku gk akan tag sad end ke kalian..
Tapi buat yang suka jangan lupa RCL, atau sekedar RC..
Like tidak di paksakan..
FF ini menceritakan tentang keluarga Park, so jangan heran kalo di sini author yang jadi main cast.a..
Hehehe..
Ok dari pada kepanjangan intro, mending langsung baca,,
Happy reading all..

*readers : bukan sad reading ya??
Me : ada ya istilah sad reading??

**

Park Sang Hyun  >>  MBLAQ
Park Hae In  >>  author
Park Hae Dung  >> our son
Park Cheon In  >> our daugther

Cameo
Jungsoo >> Super Junior
Yesung >> Super Junior
Sunny >> SNSD
Doo Joon >> b2ts
Lee Seung Gi
Park Shin Hye

**

Sang Hyun POV
Angin berhembus kencang pagi ini, langit yang murung, suara petir yang samar-samar terdengar menandakan bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Belum satu menit aku memikirkannya, setitik air kini membasahi jendela kamarku, dan segera saja hujan turun dengan lebat. Sepi, itulah perasaanku saat ini, sama seperti sepinya jalanan di depan rumahku.

“Appa,” Cheon In masuk ke kamar dan duduk di sampingku, Cheon In menyandarkan kepalanya di pundakku, “Ommareul bogoshipoyo?” tanyanya dan aku mengangguk, “Rasanya baru kemarin appa dan omma mengajari kalian berjalan,” jawabku pelan. “Na ddo.” Dan dapat kurasakan pundak kecil Cheon In bergerak.

“Uljima appa, Cheon In, aku yakin omma tidak akan suka jika kita duduk disini dan menangisinya. Omma selalu berpesan agar kita selalu tersenyum kan?” aku bangun dan memeluk putra kesayanganku, Hae Dung. “Kamu benar Dungie, Hae In tidak akan senang jika kita terus menangisinya. Cheon In, hentikan tangisanmu,” aku kembali duduk di sofa dan memeluk Cheon In yang sedang menghapus air matanya.

“Appa, bagaimana kalau besok kita kunjungi omma? Aku ingin memberikan hadiah untuk ulang tahunnya besok.” Ajak Hae Dung, “Aish, aku belum membeli bunga. Dungie, temani aku membeli bunga!!” Segera Cheon In menarik Hae Dung keluar, “Ya!! Panggil aku oppa!!!” teriak Hae Dung, “Kita hanya berbeda 5 menit Dungie.. palli!!!!” aku hanya bisa tersenyum mendengar tingkah mereka, “Hae In ah~ andai kamu disini, kebahagiaan keluarga ini akan semakin lengkap.”
POV end

**

--20 years ago—
Gye-ul 1991

Angin musim dingin malam ini terlihat sedikit tidak bersahabat, menghembuskan angin dingin yang menusuk tulang, dan hujan salju yang sangat deras. Seorang gadis berjalan sedikit lunglai dengan sebotol soju di tangan kirinya. Sesekali dia berputar dan tertawa menandakan keadaannya yang sudah mabuk.

“s.e.o.u.l hamkke bulleobwayo kkumi irweojil areumdaun sesang
eodi seona jeulkeo umi neomchineun got~ saranghae~!
s.e.o.u.l hamkke oechyeobwayo eodiseoreodo useul su ittneun
haengbok~~ moduga hanadwoeneun sesang”  *SJ ft SNSD – Seoul Song*
Nyanyinya dengan sedikit berteriak dan terjatuh.

“Agashi, gwenchanayo?” tanya seorang nenek-nenek yang membantunya berdiri. “Dia jahat halmeoni~~ kenapa dia harus pergi secepat itu? padahal lusa kami akan menikah~~~” jawabnya sambil menangis, “Aish~~ kasihan sekali. Siapa namamu nak?” tanyanya lagi, “Hae In, Park Hae In halmoni.” Jawab Hae In, di sandarkan kepalanya di pundak tua nan kuat milik sang nenek. “Mau halmoni antar pulang, Hae In?” Hae In menggelengkan kepalanya, “Aku masih ingin di sini, menikmati indahnya malam bersalju bersama halmoni.” Dan sang nenekpun mengelus-elus kepala Hae In.

--1 hours later—
“Kansahamnida halmoni, sudah menemaniku. Mianhamnida sudah merepotkan halmoni. Aku pamit dulu.” Pamit Hae In dan membungkuk, “Hati-hati nak,” Hae In hanya tersenyum. Kini dengan kesadaran penuh Hae In berjalan menuju rumahnya yang tak jauh dari tempatnya sekarang. “Akh!! Kenapa haus sekali?” Hae In melangkahkan kakinya dan memasuki sebuah mini market. Di dekatinya sebuah kulkas besar dan mengambil sekaleng jus jeruk.

“7 sen agashi,” Hae In mengeluarkan uangnya dan memberikan kepada ajumma penjaga kasir
Give it to my Y, listen to my Y, jebal nareul dorabwa
Give it to my Y, dae daphae naegae wae ireo neunji mareul haebwa,
Oh yeah
“Yoboseo aboji?” katanya setelah mengangkat ponselnya yang berdering. “Ne, aku akan segera pulang. Keunde aku akan sedikit....” Hae In terus berbicara di ponselnya dan segera keluar dari minimarket tanpa membawa dompet dan minumannya.

“Ne abeoji, aku sedang menunggu bis sekarang. Arra ara.. annyeong.” Setelah memasukkan ponsel ke dalam tas, Hae In baru tersadar. “Aiya~~ baboya yeoja. Kenapa aku bisa lupa dompet dan minumanku?” ucapnya malas dan berjalan kembali ke minimarket. Sampai di depan pintu minimiarket, Hae In melihat seorang namja sedang memegang sekaleng jus jeruk yang sama seperti miliknya.

“Ya!!!!” tegurnya saat namja itu hendak meminum jus jeruknya. Hae In berjalan mendekatinya dan melihat ke meja kasir di dalam minimarket. Tanpa berkata apa-apa Hae In mengambil kaleng tersebut dan meneguk habis isinya, di gunakan punggung tangannya untuk membersihkan sisa jus yang membasahi bibirnya dan mengembalikan kaleng kosong ke tangan namja yang melihatnya dengan tatapan kesal.

“Ya!!!! Apa yang kamu lakukan?” teriak namja itu, “Anio, aku hanya haus.” Jawab Hae In dan segera memasuki minimarket, namun namja itu menahan tangannya “Ganti jusku!!!” teriaknya, “Shiro!!!!” balas Hae In dengan suara yang tak kalah keras, “Noe....”
“Ya, Sang Hyun ah~ geumanhae. Kita masih harus bekerja, kajja!!!” panggil salah seorang teman Sang Hyun, “Sudah sana bekerjalah yang rajin. Jadi kamu bisa membeli jus jeruk sendiri.” ejek Hae In. Setelah Sang Hyun melepaskannya, Hae In segera memasuki minimarket dan bermaksud meminta dompetnya. “Ajuma, aku...”
“Arasso, kamu terlihat terburu-buru. Ini dompet dan minumanmu.” Potongnya dan mengeluarkan dompet biru dan sekaleng jus jeruk. “Aihs~~~” keluh Hae In lagi.

**

Sang Hyun POV
“Kansahamnida, silahkan kembali lagi.” Kataku sembari membukakan pintu kaca untuk para pelangganku. Cafe yang selama ini di berikan appa kepadaku berhasil ku kembangkan menjadi cafe yang cukup terkenal di Seoul. “Sang Hyun!!!!” ku lihat orang yang memanggil namaku dengan berteriak, dan itu hanya akan di lakukan hyungku. “Ya~ sombong sekali kau ini. Ku lihat cafe ini semakin sukses.” Katanya dan mengalungkan tangan kekarnya di pundakku, “Ne hyung, bagaimana kalau kita..... Noe!?” bentakku pada yeoja di belakang Sungmin hyung.

“Jadi dia photografer yang hyung ceritakan? Dia yang akan mengambil gambar cafeku untuk di promosikan di –majalah korea--? Anio!!!” tolakku keras, aku masih terlalu sakit hati, mengingat apa yang dia lakukan 3 hari yang lalu. “Mianhamnida,” katanya dan pergi meninggalkan cafeku, “Ya! Kenapa kamu masih seperti anak kecil hah? Itu hanya masalah kecil kan?” kata Sungmin hyung sambil memukul kepalaku dengan buku menu.

Cling!!!!
Yeoja itu datang lagi dengan nafas terengah, “Ini,” di julurkan sekaleng jus jeruk padaku, “Apa ini? Kamu kira di cafeku tidak ada jus jeruk hah?” teriakku lagi, “Ya!!! Aku hanya ingin mengganti jus jerukmu tempo hari. Sekarang tidak ada alasan kamu menolakku!!!!” serunya lebih keras, dan teriakkannya kali ini membuatku tertawa.

**

“Otte? Menurutku untuk bagian pembuka, gambar yang ini bagus juga.” Usul Hae In saat kami sedang melihat beberapa hasil fotonya, “Bagian pembuka? Memang cafeku akan ada di berapa halaman?” tanyaku sambil melihat-lihat foto yang lain, “Molla, mungkin 5 atau 6. Ya tapi kalau kamu ingin menambah atau menguranginya, akan ku bicarakan dengan bagian percetakan.” Jawabnya dan meneguk kopi milikku, “Hae In ah, itu kopiku.” Hae In melihatku dan cup kopi di bibirnya secara bergantian, dan kemudian dia hanya tersenyum dan melanjutkan minumnya, “Dasar pelupa.” Ucapku sambil mengacak poninya.

“Hoam~~~~ lebih baik aku pulang Hyun, ini sudah terlalu malam dan aku sudah mengantuk.” Hae In membereskan beberapa barangnya dan memasukkannya ke ransel hitamnya. “Chakaman, aku antar sampai halte depan.” Dan segera ku ambil jaket dan kunci motorku.
POV end

**

Dengan cepat kau mengisi hari-hariku, dan dengan cepat pula kau meninggalkanku. Waktu memang cepat berlalu, kadang meninggalkan hal yang menyenangkan, kadang meninggalkan hal yang menyedihkan. Berbagai kenangan kini hanya bisa di kenang, berbagai kisah kini hanya bisa di ceritakan dan sebuah dongeng kini hanya bisa di dengarkan. Tapi taukah kau? Sampai kapanpun kenangan kita, kisah kita dan dongeng kita akan selalu hidup sampai aku bisa menyusulmu.

**

Hae In POV
Entah sejak kapan aku mulai bisa melupakan Hyukjae, melupakan kesedihanku karena kehilangan sosoknya yang sangat ku cintai. Melupakannya dan mulai memikirkan namja lain? Memberi kesempatan pada hatiku yang merindukan sentuhan kasih sayang? Membuka kembali hatiku untuk seorang yang mungkin akan membahagiaku hingga hari akhirku di dunia. Apa ini karena Sang Hyun?

“Kenapa diam saja? Jadi, maukah kau menikah denganku?” tanyanya lagi padaku. “Apa ini tidak terlalu cepat?” tanyaku, “Hanya dengan kenyakinan aku berani mengambil keputusan ini. Cheorom..?” ku lihat kesungguhan di matanya, dan berlahan ku anggukan kepalaku. Sang Hyun mengacak-acak rambutku, kebiasaan yang selalu membuatku nyaman.

**

“Hooa!!!! Ini keren sekali oppa!!!” kataku begitu kami memasuki rumah baru kami, sebuah rumah sederhana yang terlihat nyaman dan hangat, “Suka?” aku hanya mengangguk dan mengambil beberapa gambar dengan kameraku, “Kajja, kita bereskan rumah baru kita. Em, bagaimana kalau kita mengecat rumah ini dengan nuansa putih dan warna biru laut?” tanyanya sambil membuka beberapa kaleng cat, “Aku lebih suka biru muda oppa, akan lebih sejuk. Dengan warnah hijau di dapur dan....” sebuah cairan kental dingin kini mendarat tepat di pipiku, “Oppa!!!!!!”

===

Kami berbaring di lantai dingin berbahan marmer halus, akhirnya satu ruangan selesai kami cat dengan kemampuan yang seadaanya. “Oppa, berantakan sekali.” Komentarku ketika melihat beberapa arah cat yang berbeda, “Gwenchana, ini salah satu karya kita.” Jawabnya asal. “Kajja, masih banyak ruangan yang harus kita cat,” katanya lagi dan menarikku ke dapur. Setelah hari menjelang malam, barulah rumah kecil ini selesai dengan berbagai warna yang kami anggap nyaman.

“Aku lapar, dan aku tidak bisa memasak. Oppa, kamu yang masak.” Ucapku sambil merebahkan tubuhku di sofa lembut berwarna coklat. “Mwo? Kamu masih belum belajar memasak?” tanyanya sedikit terkejut dan aku hanya mengangguk menjawab pertanyaannya. “Aih, baboya yeoja. Kajja ku ajari. Kita memasak yang mudah dulu, kamu mau apa?” tanya sembari menarikku ke dapur, “Nasi goreng saja oppa, aku sangat lapar.”

Sang Hyun kini sedang memotong sebatang daun bawang dan memasukkan beberapa bumbu-bumbu lainnya, “Ambilkan nasi.” Ku ambil semangguk besar nasi dan menumpahkannya di atas panci, “Mentega, kecap, garam, gula dan....”
“Oppa!!!! Katakan satu-satu,” protesku karena tidak tau apa yang harus ku ambil, setelah beberapa menit kami berperang di dapur, akhirnya ku masukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutku.

“Hae In ah~~” sebuah lampu blitz menyapaku seketika, “Oppa, kita foto bersama.” Ku ambil kamera canonku dan memasang timer, “Say chesse!!!!” klik, tak lama foto kamipun keluar dari kamera, “Ambil memo dan pulpen,” perintah Sang Hyun saat mengipas-ngipaskan foto kami di udara, “Ini, untuk apa oppa?” Sang Hyun memasang memo dan menuliskan beberapa kata di kertas memo kuning itu, “Makan masakan pertama, 26 Januari 1992” dan menempelkan foto itu di tembok rumah kami.
POV end

**

“Ya!!! Kamu lupa membawa sumpit?” tanya Sang Hyun. Hae In dan Sang Hyun kini berada di sebuah taman dimana mereka biasa melakukan piknik mingguan, “Mianhae oppa, aku benar-benar lupa.” Sesal Hae In, Sang Hyun menghembuskan nafas dan tersenyum lembut, “Gwenchana, sekali-sekali makan tanpa sumpit tidak akan membunuh kita kan?” ucapnya dan mengambil dadar gulung dengan jarinya. “Kau marah oppa?” tanya Hae In dengan mulut penuh, “Anio, sudah habiskan makanmu. Kita masih mau jalan-jalan.” Hae In menganggukkan kepala dan melahap makannya.

‘Kenapa akhir-akhir ini aku sering lupa?’ batin Hae In bingung, “Waeyo jagi?” Sang Hyun melambaikan tangannya di depan muka Hae In, “Eh? Ah anio, aku hanya berfikir kenapa aku jadi pelupa ya? Padahal dulu aku paling pintar jika harus mengingat sesuatu,” jawabnya, “Gwenchana, mungkin kamu terlalu lelah dengan pekerjaanmu. Akhir-akhir ini kamu sering ke Uslan kan?” Hae In mengangguk, “Sudah, daripada memikirkan hal yang tidak penting, bagaimana kalau kita berfoto sekali dan segera bermain di tempat lain.” Ajak Sang Hyun dan mengambil foto kami berdua.

===

Sang Hyun kini khawatir dengan keadaan Hae In, baru saja dia menjawab mereka akan pulang dan sekarang Hae In sudah menanyakan kemana mereka akan pergi, “Baru saja aku bilang kita akan pulang,” jawabnya setelah Hae In menanyakan hal yang sama 5 menit yang lalu, “Jinjja?” Sang Hyun hanya mengangkat bahunya dan mengalihkan pandangannya ke depan, ‘Apa dia sedang menguji kesabaranku?’ pikir Sang Hyun saat melihat Hae In yang tertidur di sampingnya. “Oppa, kita mau kemana?” tanya Hae In setelah mereka memasuki halaman rumah mereka, “Kita pulang Hae In,” jawabnya dengan sedikit tidak sabar, “Ah sudah di rumah. Kajja oppa, aku sudah mengantuk.” Kata Hae In seakan tidak mendengar jawaban Sang Hyun.

**

“Oppa, aku sudah telat~~~” rengek Hae In sambil membawa kalender ke depan Sang Hyun, “Telat?” Hae In mengangguk dan memegang perutnya, “Jangan-jangan......” senyuman menghadiri wajah Sang Hyun, “Palli, kita harus memeriksakannya,” segera Sang Hyun menarik Hae In ke mobilnya.

“Tidak ada apa-apa. Mungkin hanya keterlambatan biasa,” jelas dokter yang jelas membuat Hae In dan Sang Hyun kecewa. “Ah, mungkin kami yang terlalu berharap, kansahamnida dok.” Hae In keluar dengan wajah sedih, “Sudahlah, jangan di pikirkan terus. Mungkin saja memang belum waktunya,” Sang Hyun menggandeng pundak Hae In dan membawanya ke mobil.

**

Hae In POV
Ini sudah terlalu parah, bagaimana bisa aku melupakan caranya memasang lensaku? Sebenarnya aku kenapa? “Hae In ssi? Apa kita bisa melanjutkan pemotretan?” tanya Sunny, asistenku, “Kita istirahat sebentar. Seung Gi ssi, Shin Hye ssi, silahkan istirahat dulu.” Kataku pada modelku. Ku pijat sedikit kepalaku dan memejamkan mata, “Waegeure?” tanya Doo Joon, salah satu stuffku. “Molla, hanya sedikit pusing.” Jawabku jujur, “Apa aku harus memanggil Boram untuk menggantikanmu?” dengan cepat aku menolaknya, “Anio, ini kesempatanku mendapatkan promosi. Dan aku tidak mau menganggu Boram unni hanya karena penyakit sepele ini.”

“Hae In, kenapa konsepmu jadi seperti ini? Bukankah tadi kita memakai konsep 5C?” tanya Yesung, “Jinjja? Aih, aku lupa.” Ku lihat jam tanganku yang menunjukkan pukul 8 malam, “Ini sudah malam, lagipula Seung Gi dan Shin Hye sepertinya sudah lelah, ottoke?” tanyaku panik, sedangkan foto ini harus aku serahkan besok, “Gwenchana, aku akan membantumu nanti. Sudah pulanglah, Sang Hyun sudah menjemputmu?”
“Aku pulang sendiri, sunbae. Dia sedang ada urusan di Jejju, baiklah aku duluan.”

===

Kebahagiaan memang mahal, sesuatu hal yang harus kita pertahankan, sesuatu yang akan menjadi kenangan indah untuk orang lain. Aku tidak ingin melupakan semua kenangan indah dalam hidupku. Omma, abeoji, Sang Hyun, Yesung, Doo Joon, Jungsoo, Sunny, dan semua orang pernah mengenalku. Tapi jika ini yang Tuhan berikan untukku, aku akan terima. Aku akan mencoba untuk menciptakan banyak kenangan untuk mereka, untuk orang-orang yang menyayangiku.

===

“Mwo? Mana mungkin? Aku masih 25 tahun, mana mungkin aku sudah pikun?” tanyaku begitu mendengar penjelasan Jungsoo, teman SMAku yang sekarang menjadi seorang dokter, “Ne, walau berat tapi aku harus mengatakannya padamu Hae In, kamu terkena Alzheimer.” Jawab Jungsoo. “Dan apa itu Alzheimer?” tanyaku lagi, “Sebuah penyakit dimana ada protein tak lazim yang menggumpal di urat nadi di otakmu, dan ini mempengaruhi sel otak.” Jelas Jungsoo, “Gunakan bahasa yang bisa ku mengerti, Leeteuk.” pintaku.

“Kematian secara mental akan terjadi sebelum kematian fisik. Nyaris tak ada yang bisa kamu lakukan, kamu akan melupakan teman-temanmu, pekerjaanmu, keluargamu, bahkan dirimu sendiri. Semua ingatan akan terhapus total dan otak akan berhenti bekerja.” Jelas Jungsoo, ku tutup mulutku guna menahan tangis, “Apa tidak ada obat untuk menyembuhkannya? Atau mungkin operasi pengambilan protein itu?” Jungsoo menggeleng pelan, “Terlalu beresiko.”

===

Sekali lagi perasaan putus asa menguasai tubuhku, pikiranku dan hidupku. Kenapa harus aku yang mengalami ini? Kenapa harus di saat aku sedang menjalani hidup yang sebenarnya? “Agashi?” panggil seorang nenek yang menepuk pundakku, “Ne halmoni?” tanyaku sopan, “Mengapa kau kembali bersedih? Bukankah kamu sudah menikah dan memiliki hidup baru?” tanyanya, “Mian, apa halmoni mengenalku?” tanyaku heran, “Ne, Park Hae In. Dan ceritakan kenapa wajahmu murung lagi?” aku duduk di sampingnya dan mulai menceritakan apa yang baru ku alami.

“Kalau begitu kenapa harus bersedih? Buatlah kenangan indah bersama semua teman dan keluargamu. Lakukan hal yang kau sukai dan nikmatin itu hingga hari itu tiba.”,
“Aku tidak bisa setegar itu halmoni, aku masih terlalu egois untuk merelakan kehidupanku, aku masih ingin membahagiakan orang-orang di sekitarku, aku masih ingin bersama mereka.” Jawabku yang sekarang menangis. “Dengan tangisan dan kesedihanmu? Kamu boleh menangis, kamu boleh mengeluh, tapi kamu juga harus memberikan kebahagiaan pada orang lain. Semua akan berlalu dengan cepat. Percayalah. Lakukan ini untuk dirimu.”

“Hae In!!!” ku alihkan pandanganku dan melihat Sang Hyun berjalan ke arahku, “Kenapa belum pulang? Untung aku melihatmu di sini.” Tegurnya sambil memukul kepalaku pelan, “Mianhae,” jawabku singkat. “Lain kali jaga dia anak muda, cintai dia dengan sungguh-sungguh.” Nasihat halmoni pada Sang Hyun, “Hae In, halmoni pulang dulu. Tugas halmoni untuk menjagamu sudah selesai.” Segera ku peluk nenek yang selama ini selalu memberikan semangat padaku, “Halmoni, kansahamnida. Jeongmal kansahamnida.” Nenek menganggiuk pergi meninggalkanku dan Sang Hyun.
POV end

**

‘Kenapa dengannya? Kenapa dari tadi dia hanya diam?’ batin Sang Hyun, mereka memasukin rumah kecil mereka dan Hae In segera duduk di sofa coklat kesukaannya, “Oppa, bisa elus kelapaku?” tanyanya, Sang Hyun duduk di sampingnya dan mulai mengelus lembut kepala Hae In, “Waegure?” tanya Sang Hyun yang lagi-lagi tak di dengar oleh Hae In. Hae In meninggalkannya dan kembali dengan beberapa foto, memo dan dua buah spidol. “Kajja oppa, kita tulis semua kenangan kita di foto ini. Supaya aku tidak lupa nanti.”

Walau bingung, Sang Hyun tetap mengiyakan permintaan aneh Hae In. “Sebenarnya kamu kenapa?” tanya Sang Hyun di tengah-tengah pekerjaan mereka, “Ani, setelah tua nanti, kita akan tau apa saja yang sudah kita lewati kan Hyukjae?” jawabnya tanpa menyadari nama yang dipanggilnya tadi. “Hyukjae? Nuguseyo?” tanya Sang Hyun yang mengetahui siapa sebenarnya Hyukjae, “Hyukjae? Apa aku menyebut namanya?” tanya Hae In balik. Sang Hyun yang merasa kesal akhirnya membanting spidolnya dan pergi meninggalkan Hae In yang bingung.

Sang Hyun POV
Kenapa sih dia? Kenapa setelah satu tahun ini dia kembali menyebut nama itu? Kenapa dia selalu membuatku kesal dengan tingkahnya? “Oppa, gwencahan? Ada yang tidak beres?” tanya Hae In dari luar, “Anio jagi, aku hanya ingin ke kamar mandi,” bohongku, aku harus cari tau kenapa dia akhir-akhir ini. Aku harus mulai mengikuti kemanapun dia pergi.

===

“Odie? sebentar lagi malam.” Tanyaku saat Hae In mulai mengenakan pakaian hangatnya, “Aku ada janji oppa. Aku tidak akan lama. Annyeong,” ucapnya dan mengecup bibirku singkat. Selang beberapa menit, ku ambil jaketku dan mulai mengikuti kemana Hae In pergi.

“Rumah sakit? Siapa yang sakit?” masih dengan mengendap-endap ku ikuti dia dengan jarak sangat dekat. “Nyonya Park.” Panggil seorang suster dan Hae In segera memasuki ruangan. Lama, hampir satu jam aku menunggunya. “Annyeong, gomapta Jungsoo. Aku akan segera mengambil obatnya.” Pamitnya dan segera meninggalkan rumah sakit.

Aku tau dia menyembunyikan sesuatu dariku, tapi apa? Dan kenapa dia harus menyembunyikannya? Bukankah kami berjanji akan saling jujur? Apakah perasaannya berubah? Dan kenapa harus Hyukjae? Seorang yang tak mungkin akan kembali, apa dia masih mencintai Hyukjae sampai sekarang? Ataukah ada alasan lain?

“Maaf tuan, tapi tuan tidak bisa masuk. Masih banyak pasien yang....”
“Sudah, biarkan dia masuk.” Kata Jungsoo dari dalam ruangan, “Keunde uisa, pasien yang lain....” tanpa menghiraukan larangan suster, segera aku memaksa masuk dan menutup pintu ruangan Jungsoo. “Jadi ceritakan apa yang terjadi pada Hae In?” tanyaku tanpa basa-basi. “Jadi dia tidak menceritakannya padamu? Kalau begitu aku...”
“Aku suaminya Leeteuk!!!!!” teriakku sambil menarik kerah kemejanya, “Aku berhak tau apa yang terjadi padanya!!!” Jungsoo tersenyum, “Arra, tunggulah dulu sampai aku selesai memeriksa pasienku,” ucapnya tenang dan membuatku menurut.

“Jadi, sebenarnya Hae In kenapa?” tanyaku begitu kami sudah duduk di bangku taman rumah sakit. “Apa yang kau rasakan selama ini?” tanyanya membuatku bingung, “Kenapa masih bertanya? Kau dokternya, kau yang seharusnya lebih tau.” Jawabku dengan sedikit emosi, “Aku ingin tau bagaimana keadaannya sekarang.” Jawabnya dan menegung kopi panas yang masih mengeluarkan asap tipis. “Akhir-akhir ini dia sering lupa, seperti lupa membawa sumpit atau lupa memasukkan nasi di bekal makanannku. Dia juga sering tidak menghiraukan perkataanku, bahkan terkesan tidak mendengarkan, dan kemarin dia memanggilku Hyukjae.” Jawabku seadanya.

“Hyukjae? Mana mungkin sudah sejauh ini?” Jungsoo terlihat bingung, “Sebenarnya ada apa? Kenapa kau sepanik ini? Jelaskan padaku Teuk, apa yang terjadi padanya?” mohonku, Jungsoo mengambil nafas panjang dan mulai menceritakan semuanya.
POV end

**

“Oppa, sarapan dulu!!!” teriak Hae In dari dapur, Sang Hyun yang sedang merapikan dasinya hanya bisa tersenyum dan menghampiri Hae In, “Wah~~ hari ini kau masak apa jagi?” tanya Sang Hyun dari tempat duduk. “Sup iga, makanan kesukaanmu.” Jawabnya dan meletakkan mangkuk berisi sup iga dan semangkuk nasi. ‘Iga? Aku benci iga, apa ini makanan kesukaan Hyukjae?’ batin Sang Hyun. “Gomawo. Em, Hae In hari ini kamu bekerja?” Hae In mengangguk dan memakan nasi miliknya, “Hari ini akan ada pemotretan di kebun binatang.” Jawabnya tanpa melihat Sang Hyun. “Boleh aku temani?”

===

“Kita mau kemana Hae In?” tanya Sang Hyun saat Hae In membawanya ke sebuah taman. “Kita piknik di sini oppa. Aku sudah membuatkan bekal untukmu.” Jawabnya sambil membuka bekal yang dibawanya, “Aigoo oppa~~~ aku lupa membawa telur gulungnya,” Sang Hyun melihat isi kotak bekal di tangan Hae In yang memperlihatkan kotak yang hanya berisi nasi. “Aku akan mencari.. em.... kita mau makan apa oppa?” tanya Hae In. Sang Hyun yang melihat keadaan Hae In hanya bisa menahan tangis, “Aku akan mencari makanan dulu. Tunggulah.” Ucapnya dan meninggalkan Hae In.

**

“Kami akan membawanya, kami..”
“Anio!!!! Aku yang akan menjaganya abeoji. Aku yang akan mengurusnya,” tolak Sang Hyun. Hari ini orang tua Hae In datang dan meminta Sang Hyun untuk menyerahkan Hae In pada mereka. “Sebentar lagi dia akan melupakanmu,dia akan mengompol, dia akan buang air sembarang dan dia akan....”
“Aku tidak perduli!!! Aku berjanji akan selalu bersamanya sampai hari akhirnya. Jebal abeoji, biarkan aku menjaganya.” Mohon Sang Hyun, “Sang Hyun, omma mengerti bagaimana perasaanmu. Tapi omma tidak bisa melepaskannya sendirian selama kamu bekerja. Apa lagi dengan kandungannya yang masih muda.”

Sang Hyun menatap ibu mertuanya tidak percaya, “Kandungan? Hae In,, dia,, dia hamil?” ibu Hae In mengangguk, “Terlalu berbahaya jika dia sendirian, mengingat kondisinya.” Bujuk ibu Hae In lagi. “Anio, aku bisa berhenti bekerja dan menyuruh Sungmin hyung mengurus cafe. Aku hargai niat omma, tapi sekarang Hae In tanggung jawabku, apalagi dia sedang mengandung anak kami. Kamsahamnida.” Ibu dan ayah Hae In hanya bisa menerima keputusan akhir Sang Hyun. “Arasso, tapi jika kamu memerlukan kami segera hubungi kami. Arachi?” Sang Hyun mengangguk dan mengantar kedua mertuanya.

**

Hae In POV
Akhir-akhir ini aku merasa aneh, kehamilanku yang sudah memasuki usia 8 bulan selalu membuatku lelah. Tuhan, izinkan aku memperlihatkan dunia pada anakku, aku tidak ingin menjadi penghambat kehidupan mereka. “Hae In ah, sedang apa? Mana makananku?” tanya Sang Hyun. Seperti biasa, dia akan meminta makan sepulangnya bekerja. “Ada di lemari, ambil saja.” Ku lanjutkan melihat beberapa foto yang kini sudah memenuhi salah satu dinding di rumahku. “Apa yang sedang kamu lakukan sehingga membiarkanku makan sendiri hah?” tanya Sang Hyun lembut dan mengelus rambutku.

“Hanya melihat beberapa foto, oppa kenapa kita selalu piknik di Minggu pagi?” tanyaku, beberapa kali aku mencoba mengingat, tetap saja hasilnya nihil. “Berawal hari kebiasaanmu yang ingin mengambil gambar di pagi hari, dan hanya di hari Minggulah aku bisa menemanimu.” Jawabnya yang sekarang ikut melihat beberapa foto, “Dan kenapa kita harus menuliskan kejadian dan tanggal di semua foto ini?” tanyaku lagi, “ Supaya kita bisa mengingatnya.” Jawabnya singkat.

Tak terasa air mataku mengalir, kenapa begitu sakit mendengar jawabannya yang singkat? “Uljima.” Sang Hyun dan memelukku dari belakang. “Jangan pernah menangis, arasso?” aku membalikkan badanku dan memeluknya lebih erat. “Yakso?” ku anggukkan kepalaku dan menangis di pelukannya.

**

“AIYA!!!!!” teriakku begitu sebuah percikan air panas menyentuh kulitku, “Hae In wae?” aku hanya menunjuk kompor listrik dan air yang mulai mendidih, “Aih, kenapa tidak langsung di matikan?” tanya Sang Hyun dan mematikan kompor dengan menyentuh satu tombol. “Nan andwae oppa, bagaimana aku harus mematikannya?” tanyaku sambil meniup tanganku, Sang Hyun melihatku khawatir, “Kamu tidak bisa?” aku mengangguk, “Ajari aku oppa.” Pintaku sambil mendekatkan diriku ke kompor.

Sang Hyun menjelaskan bagaimana cara menyalakan dan mematikan kompor, kemudian mengambil memo dan menuliskan beberapa cara menggunakan barang-barang di dapur. “Dengan begini tidak ada alasan kamu melukai dirimu sendiri,” ucapnya saat menempelkan memo terakhir di pemanas air. “Ne oppa, gomawo.” Jawabku dan mencium pipinya. Tak berapa lama ku rasakan kepalaku berputar, “Oppa~~” ku genggam erat bajunya, “Hae In ah!!!” terdengar panggilan panik Sang Hyun, pandanganku buram dan semua menghitam.
POV end


“Ottoke?” tanya Sungmin yang datang dengan orang tua Hae In, “Molla hyung, dokter belum keluar dari tadi,” jawab Sang Hyun, “Apa ini bukan pengaruh anak kalian? Harusnya kemarin anak kalian lahir kan?” tanya ayah Hae In, “Ne,” tak lama dokter keluar dengan ekspresi wajah yang sulit di baca, “Dokter, ottoke?” tanya ibu Hae In, “Dia hanya kelelahan. Tapi mengingat usia kandungannya, dia harus segera di operasi. Atau anak kalian tidak akan pernah melihat dunia.” Jelas sang dokter, “Kalau begitu lakukan saja dok,” pinta Sang Hyun, “Tapi ini akan berbahaya untuk Hae In, mengingat keadaannya yang seperti sekarang” kata Jungsoo yang baru saja keluar dari kamar Hae In.

===

“Jadi aku kenapa omma?” tanya Hae In pada ibunya, “Kamu hanya kelelahan. Jangan banyak bekerja mulai sekarang,” nasihat ibu Hae In, “Lalu kapan anakku akan lahir? Ini sudah melewati satu hari dari hari kelahirannya,” Ibu Hae In hanya melihat ke arah suaminya, Sang Hyun dan Sungmin bergantian. “Hae In ah~ kamu sudah cukup kuat kan? Kita lihat bintang yuk,” ajak Sang Hyun dan membantunya duduk di kursi roda.

“Katakan sekarang oppa. Apa yang harus aku lakukan?” tanya Hae In yang seakan tau tujuan Sang Hyun membawanya ke taman rumah sakit. “Kamu harus menjalankan operasi sesar untuk menyelamatkan anak kita,” Sang Hyun membantu Hae In duduk di bangku taman dan meletakkan kursi roda di belakang mereka, “Tapi ini beresiko besar terhadapmu, kondisimu yang kurang baik bisa berakibat fatal. Baik untukmu atau anak kita.” Lanjut Sang Hyun. Hae In diam dan tak menjawab apapun, dia hanya menyandarkan kepalanya dan menggenggam tangan Sang Hyun.

“Lakukan saja operasi itu oppa. Apapun yang terjadi aku akan selamat untuk anak kita dan juga orang-orang di sekitarku. Aku masih ingin hidup dan melihat mereka tumbuh walau aku hanya bisa menjadi manusia tak berguna, aku ingin mengurus mereka dan menciptakan kenangan indah untuk mereka. Lakukan malam ini juga oppa.” Mohonnya, “Kau yakin?” Hae In  mengangguk, “Hanya dengan kenyakinan aku berani mengambil keputusan ini.” Jawabnya, Sang Hyun tersenyum getir, “Kau mencuri kata-kata.” Katanya dan mengacak poni Hae In, “Bukan mencuri, hanya mengulangnya saja.” Balas Hae In.

**

--4 years later—
“Cheon In, berikan ini pada omma” Sang Hyun memberikan segelas susu hangat pada Cheon In, anak perempuannya “Appa!!!!! Omma ompol agi!!!!” teriak Hae Dung, kakak kembar Cheon In. “Chakaman!!!!” Sang Hyun segera berlari ke kamar Hae In dan meninggalkan Cheon In yang meminum susu yang seharusnya di berikan kepada Hae In. “Kenapa tidak memanggilku jagi?” tanya Sang Hyun sambil mengganti celana Hae In, “Mianhae,” ucapnya singkat.

“Omma, kenapa omma suka mengompol? Aku dan Cheon In saja sudah tidak mengompol omma,” kata Hae Dung yang sekarang duduk di pangkuan Hae In, “Molla, omma juga tidak mau seperti ini,” jawab Hae In pelan, “Dungie, jangan ganggu omma ya. Omma harus istirahat, sekarang.... “
“Oppa, geumanhae. Aku juga merindukan mereka, kajja Hae Dung, Cheon In. Siapa yang mau omma suapin?” tanya Hae In sambil berdiri berlahan, “Naega!!!!” teriak keduanya dan berlari ke meja makan. “Hae In, gwenchana?” Sang Hyun membantu Hae In berjalan, “Ne oppa, aku ingin menjadi ibu yang baik untuk mereka. Barulah aku akan tenang meninggalkan kalian.” Hae In duduk di salah satu kursi dan menyuapi Hae Dung dan Cheon In bergantian.

Sang Hyun POV
“Appa, aaaa~~~” Hae Dung menyuapiku sesendok nasi miliknya dan berlari kembali bersama Cheon In dan Hae In, “Oppa, kenapa diam di sana. Ayo makan sama-sama,” panggil Hae In dan ku dekati mereka. Malam ini sungguh malam yang ceria, gelak tawa yang keluar dari mulut Cheon In dan Hae Dung, senyuman dari Hae In, dan cahaya bintang yang menemani keceriaan kami. Akankah ini berlangsung lama?

**

“Wah, tidak terasa mereka sudah mau masuk TK. Rasanya berat melepas mereka oppa,” ucap Hae In ketika Cheon In dan Hae Dung memasuki kelas pertama mereka, “Hem, rumah akan sepi sekarang,” jawabku dan memperlihatkan foto kami yang sedang menggendong Hae Dung dan Cheon In. “Jangan lupa catat waktunya oppa,” katanya mengingatkanku. Kami berjalan menuju mobil dan kembali ke rumah.

“Hae In, kamu masih mengingatku?” tanyaku begitu kami sudah di rumah, Hae In yang sedang menempelkan foto di dinding seketika melihat ke arahku, “Tentu saja, kau suamiku kan?” ku acak poninya, kebiasaan yang selalu ku lakukan, “Kalau begitu kamu tau namaku?” lagi-lagi Hae In melihatku dengan heran, “Lee Hyukjae. Kenapa masih menanyakan itu oppa?” jawabnya. Lee Hyukjae? Kenapa dia memanggilku Lee Hyukjae? Apa sebesar itu cintanya pada Lee Hyukjae? “Oppa, wae?” aku menggeleng dan memeluknya.

===

“Jadi dia memanggilmu Lee Hyukjae?” tanya Jungsoo saat aku selesai bercerita, “Kenapa tiba-tiba dia mengingat Hyukjae lagi?” Jungsoo melihatku khawatir, “Katakan saja, aku akan siap mendengar apa yang akan kau katakan.” Lanjutku, tatapan itu. Tatapan kasihan yang ku benci. “Kenangan lama akan kembali teringat, hal itu menandakan penyakitnya sudah sangat parah. Kumohon persiapkan dirimu jika hari itu datang.” Jungsoo menepuk pundakku dan meninggalkanku sendiri. ‘Tuhan, secepat inikah? Jika ini yang terbaik, aku ikhlas Tuhan.’
POV end

**

Hae In POV
Entah kenapa hari ini aku mengingat semuanya, semua kenangan yang sempat terlupa. “Oppa, aku ingin kembali ke tempat itu.” Kataku setelah menyiapkan bekal untuk piknik kami minggu ini, “Odie?” tanya Sang Hyun yang sedang menggendong Cheon In, “Minimarket itu, dimana kita pertama bertemu.” Hae Dung mengambil kotak makan di meja dan memasukannya ke dalam keranjang piknik, “Minimarket? Kita beli jus jeruk ya omma?” pinta Cheon In, “Iya omma, aku juga mau beli snack.” Tambah Hae Dung.

Ku masuki minimarket kenangan ini, ku lihat omma dan abeoji tersenyum di depan kasir, Sungmin oppa yang sedang memilih makanan, Yesung, Sunny dan Doo Joon yang memakan ice cream dan Jungsoo yang membukaan pintu. Senyumku merekah, air mataku mengalir dan kebahagiaan meledak di dadaku. “Ottoke?” tanya Sang Hyun di belakangku, tangannya kanannya memegang pundakku, menjagaku karena tubuhku mulai lemas. “Omma~~” Hae Dung dan Cheon In menggandeng tanganku erat. Tuhan, jika hari ini hari terakhirku, aku ikhlas. Hari ini adalah hari terindahku, hari dimana aku bertemu dengan semua orang yang ku sayang.

Berlahan sosok itu muncul, sosok yang selama ini menjadi bagian hidupku, “Siap Hae In?” tanya Hyukjae dan mengulurkan tangannya. Ku peluk seluruh orang yang ada di minimarket itu, “Oppa, gomawo.” Ku peluk namjaku untuk terakhir kalinya, “Saranghae Hae In ah~~” bisiknya. Ku lihat dua malaikat kecilku, “Hae Dung, jaga Cheon In dan appa ya. Omma percaya kamu pasti bisa, dan omma ingin kalian selalu tersenyum apapun yang terjadi. Arachi?” Hae Dung mengangguk dan memelukku di susul oleh Cheon In. Berlahan mataku terasa berat, dan dapat ku rasakan tubuhku melayang.

“Kajja, waktumu sudah habis.” Kata Hyukjae menggandeng tanganku, ku lihat keluargaku menangis mengelilingku, “Uljima, jebal..” Hae Dung melihat ke arahku dan tersenyum. “Omma, saranghae. Jadilah bintangku omma, aku akan menjaga appa dan Cheon In untuk omma.” Ucapnya dan melambaikan tangan padaku. “Kajja oppa, aku siap.” Ucapku dan pergi meninggalkan seluruh kenangan di dunia. “Semoga kita cepat bertemu.”

**

Gye-ul 2012
“Appa, lihat!!” Cheon In memberikan sebuah buku yang terlihat sudah sangat tua, “Itu milik omma,” Hae Dung mengambil buku itu dan membaca isinya, “Oppa!!! Berikan padaku, aku juga ingin membaca!!!!” teriak Cheon In, “Shiro!!! Harus appa yang membaca!!!” teriak Hae Dung lebih keras, “Oppa!!!!”

“Kalian ini kenapa ribut sekali?” tanya Sang Hyun yang baru saja keluar dari kamarnya, “Ini appa, buku milik omma.” Hae Dung memberikan buku harian Hae In dan menyebabkan Cheon In cemberut kesal, “Siapa yang menemukan ini? Appa sudah lama mencarinya,” Hae Dung menunjuk Cheon In, “Aku menemukannya di gudang appa, saat aku mencari album keluarga kita.” Jawab Cheon In.

Sang Hyun membuka lembaran demi lembaran, memb aca setiap tulisan yang ada. Sampai dia berhenti di kertas terakhir, dan membacanya.


#backsound  :  the name i loved  by  Lee Jinki ft Kim Yun Woo#

30 Desember 2008
Sang Hyun oppa!!!!!
Aku ingat semuanya, aku ingat bagaimana kita bertemu, bagaimana kita bekerjasama dalam iklan cafemu, bagaimana aku menyatakan perasaanku, bagaimana kamu melamarku dan bagaimana Hae Dung dan Cheon In menjadi malaikat kita.
Semalam aku bermimpi aku akan meninggalkan kalian, dan Hyukjae oppa datang. Dia bilang waktuku tidak lama lagi, dan harus ku akui aku juga merasakannya. Hyukjae oppa tidak pernah berbohong padaku, setiap perkataannya adalah kenyataan. Maka hari ini aku ingin menuliskan semuanya, semua yang selama ini hanya ku pendam dalam hati, aku ingin kalian mengetahui semuanya.
Aku tau, dalam suatu waktu aku memanggilmu Hyukjae. Mianhae oppa, jeongmal mianhae. Aku tidak pernah bermaksud seperti itu, aku selalu mencintaimu, hanya kamu. Hyukjae oppa hanyalah salah satu kenangan indahku, kenangan dimana aku bisa belajar tentang hidup. Aku menyesal karena harus memanggilmu Hyukjae waktu itu, kamu yang selalu mengurusku, menjagaku, menyayangiku, dan mengelus kepalaku. Aku sungguh bersalah padamu oppa.
Aku menyimpan sesuatu untuk kalian, kalian malaikatku. Aku meletakkannya di lemari pakaianku, mian aku tidak bisa menyerahkannya langsung, ku harap kalian suka.
Oppa, nafasku mulai sesak, aku tidak tau sampai kapan aku akan bertahan, aku ingin bersama kalian jika nanti saat itu datang. Oppa, dia di sini, Hyukjae oppa ada di depanku, dan sekarang dia tersenyum, senyum yang ku rindukan. Dan jangan cemburu oppa, dia hanya menjemputku, apa yang harus aku lakukan oppa? Aku tidak ingin pergi begitu saja.
Oppa, aku harus berhenti menulis sekarang, aku ingin menghabiskan waktuku bersama kalian, orang-orang yang menyayangiku dan ku sayangi.

Saranghae, Park Hae In.

Sanghyun PoV
Ku tutup buku kenangan itu dan melihat kedua anakku. “Appa, omma menulis apa?” tanya Hae Dung, “Aku yang menemukannya Dung, aku berhak membacanya duluan,” sambung Cheon In, “Naega!!!!” balas Hae Dung, “Ya!!!! Jangan bertengkar. Omma hanya mengatakan dia mencintai kalian,” jawabku singkat, “Jinjja appa?” ku anggukkan kepalaku, “Ah~~ setengah 8, kajja kita berangkat. Kalian tidak mau telat piknik kan?” Hae Dung dan Hae In mengangguk dan segera meninggalkanku sendiri, “Appa!!!! Palliwa!!!!!” ku letakkan buku tua itu dan menyusul ke dua anakku.







Copyright 2009 Sparkling Blue. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy